seorang komuter tengah bermain ipad-nya |
Ini Jakarta Cyin...
Jakarta hanya untuk para pekerja keras, tabah, sabar dan ulet. Kalo gak, muke lu jauh...
Tuesday, October 1, 2013
Komuter Kepo
Tuesday, September 24, 2013
Masinis Oh Masinis
Antrian panjang menuju pintu keluar di Stasiun Sudirman. Foto: Raihan |
Sampai di Stasiun Cawang kemudian masuk Stasiun Tebet, perjalanan lumayan lancar. Tapi, begitu meluncur dari Stasiun Manggarai, kereta yang kutumpangi seperti dikejar setan. Beberapa kali kereta oleng ke kanan. Nyaris hampir semua penumpang cewek -khususnya yang berdiri- berteriak histeris. Ada pula yang memaki-maki si masinis kereta.
Let's Rock 'Roker'
Sudah sebulan
terakhir ini aku menjadi anggota ‘Roker . Roker itu kependekan dari ‘Rombongan
Kereta’. Maklumlah, sudah sebulan ini aku bertempat tinggal di dekat stasiun kereta Duren Kalibata. Jadi, sehari-hari aku menggunakan transportasi kereta komuter, khususnya ketika pergi dan pulang kerja.
Hanya membutuhkan waktu lima menit jalan kaki dari tempat tinggalku ke Stasiun Duren Kalibata. So, meski kereta itu penuh sesak ya saudara-saudara (yang disebut beberapa temanku padatnya sangat menggila) tapi rasanya aku sedikit lebih rela berada di dalamnya (dan aku menyebutnya padat yang mempesona), ketimbang naik bus yang juga jauh dari rasa nyaman ditambah pula macet yang tak terkira. Apalagi, kereta sekarang yang disebut kereta komuter itu, memiliki gerbong khusus wanita. Jadi meski berdesak-desakan, saling senggol dan terkadang saling injak, tak apalah – sesama wanita, ya kan ( meski terkadang mereka lebih gahar dibanding para pria yang ada di gerbong campuran)
Hanya membutuhkan waktu lima menit jalan kaki dari tempat tinggalku ke Stasiun Duren Kalibata. So, meski kereta itu penuh sesak ya saudara-saudara (yang disebut beberapa temanku padatnya sangat menggila) tapi rasanya aku sedikit lebih rela berada di dalamnya (dan aku menyebutnya padat yang mempesona), ketimbang naik bus yang juga jauh dari rasa nyaman ditambah pula macet yang tak terkira. Apalagi, kereta sekarang yang disebut kereta komuter itu, memiliki gerbong khusus wanita. Jadi meski berdesak-desakan, saling senggol dan terkadang saling injak, tak apalah – sesama wanita, ya kan ( meski terkadang mereka lebih gahar dibanding para pria yang ada di gerbong campuran)
Gerbong wanita di suatu pagi. Kondisi ini terjadi di jam-jam berangkat/pulang kantor setiap hari. Foto-foto : Raihan Lubis |
Rumah Dalam Gang
Dulu ketika masih kecil, aku suka berkhayal tinggal di rumah yang letaknya di sebuah gang. Dengan posisi rumah berdempet-dempet, tanpa pagar. Dan tentu saja dengan segala keributan yang menghiasinya, lagu-lagu atau drama radio yang berasal dari radio transistor, suara teriakan emak-emak, suara tangis anak-anak, suara bapak-bapak yang marah-marah pada anak atau isterinya, suara kucing bertengkar, dan suara-suara lainnya. Dalam alam pikiran masa kanak-kanakku, membayangkan semua keriuhan itu sangat menyenangkan -terasa hidup. Tapi yang lebih membuat aku sangat ingin tinggal di dalam gang, karena kupikir anak-anak bisa bermain sepanjang hari dan tidak takut pulang kemalaman atau hilang diculik orang.
Jalan Sei Deli dengan latar belakang rel kereta api. Jarak rel kereta api ke rumahku sekitar 300 meter. Foto : hariansumutpos.com |
Khayalanku itu bermula karena aku dan tiga saudaraku, tinggal di sebuah rumah kecil di tanah yang sangat luas. Luas tanah yang kami tempati itu berkisar 4.000m2. Sementara luas rumah yang kami tempati sekitar 60m2. Kebayangkan seperti apa jadinya.
Wednesday, July 24, 2013
Jakarta Punya Cerita
Jadi Patung
Bergaya noni Belanda. Foto: Raihan Lubis |
Banyak jalan ke Jakarta - banyak pula cara mengais rezeki di tanah seribu harapan ini. Tengok saja bagaimana orang-orang mendadani dirinya bak patung, mainan atau bergaya noni Belanda.
Tak ada patokan harga untuk sekali berpose dengan mereka. Kalau rezeki anda berlebih, sepuluh ribu pantaslah buat pengorbanan mereka seharian berdiri tegak tak bergerak. Tapi jika tak ada duit di saku celana, seribu perakpun mereka terima.
Klik, dan foto jadilah. Tapi sebelum anda berpose dengan patung-patung hidup ini, pastikan anda membawa kamera atau paling tidak ponsel anda ada kameranya ya.
Bergaya Mainan. Foto : Raihan Lubis |
Patung-patung hidup ini dapat ditemui di kawasan kota tua atau seputaran Monas. Klik!
Sunday, July 7, 2013
Si Kecil
Anak kecil itu menutup matanya
membiarkan debu menyentuh pipinya
membiarkan suara lalu lalang keluar masuk telinganya
membiarkan gemerincing uang recehan berjatuhan di samping kaki mungilnya
membiarkan orang-orang menatap pilu padanya
membiarkan perempuan di sampingnya terus mempertontonkannya
membiarkan angin membelai kulit dekilnya
anak kecil itu, membiarkan hari-hari berlalu - hari-hari yang tak pernah berpihak kepadanya
Jakarta, 6 Juli 2013
Anak kecil itu menutup matanya
membiarkan debu menyentuh pipinya
membiarkan suara lalu lalang keluar masuk telinganya
membiarkan gemerincing uang recehan berjatuhan di samping kaki mungilnya
membiarkan orang-orang menatap pilu padanya
membiarkan perempuan di sampingnya terus mempertontonkannya
membiarkan angin membelai kulit dekilnya
anak kecil itu, membiarkan hari-hari berlalu - hari-hari yang tak pernah berpihak kepadanya
Jakarta, 6 Juli 2013
Pecahkan
Tumpahkan saja isinya
pecahkan saja wadahnya
karena sudah habis semuanya
Jakarta, July 6, 2013
karena sudah habis semuanya
Subscribe to:
Posts (Atom)